Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara Dukung TNI AU Sidik Pelanggaran Kedaulatan di Langit

10-05-2025 / PANITIA KHUSUS
Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Pengelolaan Ruang Udara, Mori Hanafi saat Kunjungan Kerja Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara ke Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Jumat (9/5/2025). Foto : Nadhen/Andri

PARLEMENTARIA, Batam - Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Pengelolaan Ruang Udara, Mori Hanafi mendukung TNI AU menjadi penyidik pelanggaran kedaulatan di udara. Ia menjelaskan bahwa TNI AU memiliki peralatan yang mumpuni untuk mendeteksi pesawat atau benda udara lainnya yang masuk ke wilayah yurisdiksi Indonesia.

 

"TNI AU memang dilatih untuk mengamankan udara kita. Ketika ruang udara kita itu dilanggar, (maka) yang tahu jenis pelanggaran dari pelanggaran itu memang TNI AU. Mereka lebih ngerti di mana koordinatnya, dari mana mereka (pelanggar) melanggar," ujarnya kepada Parlementaria usai Kunjungan Kerja Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara ke Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Jumat (9/5/2025).

 

Ia mengungkapkan bahwa awalnya dia pun tidak memahami kenapa penyidikan suatu pelanggaran yang masuk dalam ranah hukum pidana, dilakukan oleh militer. Namun, setelah mendengar penjelasan dari TNI AU dalam kunker tersebut, ia pun memahami pentingnya peran TNI AU dalam menjaga kedaulatan udara bangsa.

 

Selain itu kata dia, TNI AU jugalah yang mampu melakukan penindakan saat terjadi pelanggaran. Sebagai contoh kasus pesawat kargo dari Ethiopia yang dipaksa mendarat karena melanggar di tahun 2019 lalu.

 

Pesawat kargo milik Ethiopian Airlines tersebut diketahui mengalami force down (pemaksaan turun) karena telah memasuki wilayah kedaulatan udara yurisdiksi Indonesia tanpa dilengkapi flight clearence (fc).

 

"TNI AU juga punya kemampuan untuk kemudian menurunkan (paksa) pelanggar udara itu seperti kasus Ethiopian Airlines itu. Jadi saya memang setuju yang paling diutamakan dalam hal penindakan ini adalah TNI AU," ujarnya.

 

Dalam kasus penggunaan wilayah udara, banyak permasalahan yang muncul akibat lemahnya pengaturan ruang udara di Indonesia, seperti, insiden near missed antara pesawat sipil dan militer, pelanggaran wilayah oleh drone, serta pembangunan bandara yang tumpang tindih dengan zona latihan militer, termasuk empat bandara di Kalimantan Barat yang berada di area latihan Lanud Supadio. 

 

Gangguan lain datang dari balon udara, laser, dan kembang api. Dari aspek pertahanan, pelanggaran wilayah udara oleh pesawat asing melonjak dari 364 kasus pada 2019 menjadi 1.583 pada 2020. 

 

Kasus mencolok lainnya meliputi penyalahgunaan izin terbang, jatuhnya puing roket Tiongkok, dan drone ilegal di MotoGP Mandalika. Kasus-kasus ini pun pungkas Mori Hanafi menjadikan ruang udara sebagai wilayah strategis yang perlu dikelola secara profesional dan terpadu. (ndn/rdn)

BERITA TERKAIT
Bahas RUU Pengelolaan Ruang Udara, Pansus Serap Masukan dari Wing Dik 700 Surabaya
15-07-2025 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Surabaya –Anggota Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara DPR RI, TB Hasanuddin, mengungkapkan bahwa kunjungannya ke Wing Pendidikan (Wing Dik)...
Sempurnakan DIM, Pansus DPR RI Serap Masukan RUU Pengelolaan Ruang Udara di Surabaya
15-07-2025 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Surabaya – Panitia Khusus (Pansus) DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Surabaya, Jawa Timur, dalam rangka menyerap masukan dari...
Miliki Tradisi Java Balloon Festival, Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara Serap Aspirasi di DIY
15-07-2025 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Sleman - Panitia Khusus (Pansus) RUU Pengelolaan Ruang Udara DPR RI menggelar Kunjungan Kerja ke Kantor AirNav Indonesia Cabang...
Masih Parsial dan Sektoral, Perlu Payung Hukum Komprehensif Soal Pengelolaan Ruang Udara
14-07-2025 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Surabaya – DPR RI tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Ruang Udara sebagai respons atas belum adanya regulasi...